Setiap wajib pajak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan mereka tiap tahunnya. Kewajiban ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Oleh karena itu, apabila wajib pajak tidak melaporkan atau melaporkan isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau dengan sengaja tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipotong atau dipungut maka dapat dikenakan hukuman.
Hal tersebut terjadi kepada salah satu penanggung jawab perusahaan di Denpasar, Bali. Pada hari Selasa tanggal 11 April 2023, KT, 50 tahun, telah dijatuhi vonis penjara selama 2 tahun dan denda 2 kali jumlah kerugian negara sejumlah Rp 2.185.460.140. Hal ini diberlakukan setelah sebelumnya ia dituntut penjara selama 3 tahun dan denda 2 kali jumlah kerugian negara atas tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukannya.
Mengutip dariĀ pajak.go.id, KT merupakan penanggung jawab pada CV RJ yang bergerak dalam bidang usaha Cut and Fill yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Badung Selatan. Dalam kurun waktu 1 Januari 2015 hingga 31 Maret 2016, ia dengan sengaja tidak menyampaikan SPT PPN dan/atau dengan sengaja menyampaikan SPT Masa PPN dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau dengan sengaja tidak menyetorkan PPN yang telah dipotong atau dipungut. Hal ini dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp 1.092.730.070 (satu milyar sembilan puluh dua juta tujuh ratus tiga puluh ribu tujuh puluh rupiah).
Ketiga tindakan tersebut dilarang sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c, d, dan i UU 28/2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Dalam Siaran Pers Nomor: SP- 5/WPJ.17/2023 DJP, dijelaskan bahwa kasus ini ditangani Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Bali. Dalam melakukan penanganan perkara pidana pajak, selalu dikedepankan asas ultimum remedium. Beberapa proses sudah dilalui sebelum akhirnya menjatuhkan hukuman kepada KT. Sebelumnya Kanwil DJP Bali melalui KPP Pratama Badung Selatan telah menyampaikan himbauan pada KT terkait pelaporan kewajiban perpajakannya. Selama proses pemeriksaan bukti permulaan (penyelidikan), KT telah diberikan hak untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP.
Selama proses penyidikan, KT telah diberikan hak untuk mengajukan permohonan penghentian penyidikan sebagaimana Pasal 44B ayat (1) UU KUP namun hak tersebut tidak digunakan dan KT diketahui tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar. Penyidik lalu menetapkan KT sebagai tersangka dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Badung pada 18 Januari 2023 lalu. Ia kemudian ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Denpasar selama 20 hari terhitung mulai tanggal 18 Januari 2023 sampai dengan 6 Februari 2023.
“Sesuai putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 62/Pid.Sus/2023/PN Dps dinyatakan bahwa terdakwa KT terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan,” jelas Kepala Kantor Wilayah DJP Bali Nurbaeti Munawaroh, dikutip Senin (17/4/2023).
Dalam putusan tersebut, dinyatakan pula bahwa jika terdakwa tidak membayar denda paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan kemudian dilelang untuk membayar denda. Dalam hal harta bendanya tidak mencukupi maka terhadap terdakwa dijatuhkan hukuman kurungan pengganti denda selama tiga bulan.
Hal ini menjadi salah satu bentuk keberhasilan Kanwil DJP Bali dalam menangani tindak pidana perpajakan yang menunjukkan keseriusan penegakan hukum dalam bidang perpajakan dan menjadi wujud koordinasi yang baik antar-aparat penegak hukum yang telah dilakukan Kanwil DJP Bali, Polda Bali, dan Kejaksaan Tinggi Bali.
“Diharapkan dengan adanya proses penegakan hukum ini dapat menimbulkan efek gentar (deterrent effect) terhadap wajib pajak agar senantiasa melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku. Kepada wajib pajak agar patuh dalam pelaporan SPT, pembayaran pajak, dan apabila terdapat tunggakan pajak agar dapat segera melunasinya dan berkoordinasi dengan KPP terkait,” pungkas Nurbaeti.