Tentara Sudan melakukan serangan balik atas upaya kudeta yang dilakukan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) dengan menggempur pangkalan mereka dengan serangan udara. Setidaknya 59 warga sipil tewas termasuk tiga pekerja PBB.
Pertempuran meletus sejak Sabtu (15/4/2023) antara unit-unit tentara yang setia kepada Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, kepala Dewan Pemerintahan Transisi Sudan, dan RSF paramiliter, yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hemedti, yang merupakan wakil kepala dewan.
Itu adalah konflik pertama sejak keduanya bergabung untuk menggulingkan otokrat veteran Islam Omar Hassan al-Bashir pada 2019 dan dipicu oleh ketidaksepakatan atas integrasi RSF ke dalam militer sebagai bagian dari transisi menuju pemerintahan sipil.
Burhan dan Hemedti menyepakati jeda pertempuran selama tiga jam mulai pukul 4 sore waktu setempat untuk memungkinkan evakuasi kemanusiaan yang diusulkan oleh PBB, kata misi PBB. Namun, kesepakatan itu diabaikan secara luas setelah periode relatif tenang yang singkat.
Saat malam tiba, penduduk melaporkan ledakan artileri dan deru pesawat tempur di distrik Kafouri di Bahri, yang memiliki basis RSF, di seberang sungai Nil dari ibu kota Khartoum.
Saksi mata mengatakan kepada Reuters bahwa tentara memperbarui serangan udara di pangkalan RSF di Omdurman, kota kembar Khartoum di seberang Sungai Nil, dan distrik Kafouri dan Sharg El-Nil di Bahri yang berdekatan, membuat para pejuang RSF kelabakan.
Amerika Serikat, China, Rusia, Mesir, Arab Saudi, Dewan Keamanan PBB, Uni Eropa, dan Uni Afrika telah mengimbau untuk segera mengakhiri permusuhan yang mengancam memperburuk ketidakstabilan di wilayah yang lebih luas yang sudah bergejolak.
Bentrokan itu menyusul meningkatnya ketegangan atas integrasi RSF ke dalam militer. Ketidaksepakatan tersebut telah menunda penandatanganan perjanjian yang didukung secara internasional dengan partai politik tentang transisi menuju demokrasi.
Koalisi kelompok sipil yang menandatangani draf perjanjian itu pada Desember menyerukan untuk segera menghentikan permusuhan, guna menghentikan Sudan meluncur menuju “jurang kehancuran total”.
“Ini adalah momen penting dalam sejarah negara kita,” kata mereka dalam sebuah pernyataan. “Ini adalah perang yang tidak akan dimenangkan oleh siapapun, dan itu akan menghancurkan negara kita selamanya.”
Adapun, RSF menuduh tentara melakukan plot oleh loyalis mantan orang kuat Presiden Omar Hassan al-Bashir – yang digulingkan dalam kudeta pada 2019 – dan mencoba melakukan kudeta itu sendiri. Adapun, kudeta 2021 menggulingkan perdana menteri sipil negara itu.
RSF membagikan video yang katanya menunjukkan pasukan Mesir yang “menyerah” kepada mereka di Merowe. Mesir mengatakan pasukan berada di Sudan untuk latihan dengan rekan-rekan Sudan mereka.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa dia telah berkonsultasi dengan Menteri Luar Negeri Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dan bahwa mereka telah sepakat bahwa penting bagi pihak-pihak yang terlibat di Sudan untuk segera mengakhiri permusuhan tanpa prasyarat apa pun.
Korban Sipil
Komite Sentral Dokter Sudan melaporkan sedikitnya 56 warga sipil telah tewas dan 595 orang termasuk kombatan terluka sejak pertempuran meletus. Puluhan personel militer tewas tanpa memberikan jumlah spesifik karena kurangnya informasi langsung dari rumah sakit.
Program Pangan Dunia PBB mengatakan telah menghentikan sementara semua operasi di daerah-daerah yang dilanda kelaparan di Sudan setelah tiga karyawan di Sudan tewas dalam pertempuran di Darfur Utara dan sebuah pesawat WFP dihantam saat baku tembak di bandara Khartoum.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk pembunuhan itu dan menyerukan pertanggungjawaban.
“Mereka yang bertanggung jawab harus diadili tanpa penundaan,” kata Guterres di Twitter.