Beberapa waktu lalu publik Tanah Air dihebohkan dengan cerita Soimah. Artis yang juga pesinden ini mengungkapkan bahwa dirinya didatangi “debt collector” pajak pada 2015 silam.
Petugas pajak tersebut, menurut Soimah, memaksa untuk melakukan pengukuran terhadap pendopo yang dibangun Soimah. Seniman asal Yogya ini merasa tidak diperlakukan dengan baik oleh petugas pajak.
Soimah pernah mengatakan bahwa pendopo yang dibangun olehnya memiliki nilai Rp 50 miliar. Namun setelah dilakukan penaksiran ulang, nilainya mencapai Rp 4,7 miliar.
Hal itu menunjukkan bahwa Soimah memiliki PPN terutang sebesar 2,2% dari Rp 4,7 miliar.
Untuk meluruskan hal ini, Juru Bicara Menteri Keuangan Republik Indonesia, Yustinus Prastowo angkat bicara. Dia menurutkan bahwa PPN terutang tersebut belum ditagihkan.
Melihat pengalaman Soimah, tentunya kita bisa melihat bahwa membangun rumah sendiri dan tidak membeli rumah jadi cukup ribet.
Pasalnya, ada satu jenis pajak dalam hal pembangunan rumah yang mungkin saja tidak Anda ketahui. Pajak itu adalah Pajak Pertambahan Nilai Kegiatan Membangun Rumah Sendiri (PPN KMS).
Berikut ini penjelasan dari Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP, Bonarsius Sipayung kepada CNBC Indonesia.
Ia menjelaskan, perhitungannya yakni 20% dikali tarif PPN 11%, dikali Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau 2,2% dari DPP. DPP PPN KMS merupakan nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan untuk setiap masa pajak sampai dengan bangunan selesai, namun biaya ini tidak termasuk biaya perolehan tanah.
“Kalau misal (total) biaya membangun Rp 1 miliar, berarti DPP-nya adalah Rp 200 juta. Jadi kalau dibuat tarif efektifnya adalah 11% x 20% x total biaya. Berarti sekitar 2,2% x Rp 200 juta (Rp 4,4 juta). Itulah PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri,” jelas Bonarsius.
Menurutnya, biaya PPN tersebut harus dibayar sendiri oleh pelaku yang melakukan KMS, kemudian disetor ke Bank.
“Ini dianggap sudah melapor ketika membuat Surat Setoran Pajak (SSP) dan akan masuk ke DJP dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) yang tercantum dalam SSP tersebut. Jadi (peraturan) ini juga sudah terutang, saat ini hanya penyesuaian saja,” tuturnya.
PPN atas KMS yang telah disetor dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan dan pengisian SSP. Merujuk PMK 61/2022, KMS merupakan kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Hal ini berarti bisa bangunan berupa rumah, rumah toko (ruko), kantor, dan sebagainya. Luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200 m2 (dua ratus meter persegi).
“Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja. Diperuntukan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha. Dan luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200 m2 (dua ratus meter persegi),” tulis Pasal 2 ayat (4).
Dengan demikian, jika kegiatan membangun sendiri berupa rumah atau bangunan lain di bawah luas 200 m2, maka tidak dikenakan PPN.
Selanjutnya, KMS yang dimaksud dapat dilakukan secara sekaligus dalam suatu jangka waktu tertentu atau bertahap sebagai satu kesatuan kegiatan, sepanjang tenggat waktu, antara tahapan membangun tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
Kendati demikian, apabila tahapan kegiatan membangun lebih dari 2 tahun, kegiatan tersebut merupakan kegiatan membangun bangunan yang terpisah, sepanjang memenuhi ketentuan.
Hal ini berarti bisa bangunan berupa rumah, rumah toko (ruko), kantor, dan sebagainya. Luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200 m2 (dua ratus meter persegi).
“Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja. Diperuntukan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha. Dan luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200 m2 (dua ratus meter persegi),” tulis Pasal 2 ayat (4).
Dengan demikian, jika kegiatan membangun sendiri berupa rumah atau bangunan lain di bawah luas 200 m2, maka tidak dikenakan PPN.
Selanjutnya, KMS yang dimaksud dapat dilakukan secara sekaligus dalam suatu jangka waktu tertentu atau bertahap sebagai satu kesatuan kegiatan, sepanjang tenggat waktu, antara tahapan membangun tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
Kendati demikian, apabila tahapan kegiatan membangun lebih dari 2 tahun, kegiatan tersebut merupakan kegiatan membangun bangunan yang terpisah, sepanjang memenuhi ketentuan.
Tak semua rumah terkena PPN KMS
Adapun bangunan yang akan dikenakan tarif PPN KMS adalah bangunan yang dibangun paling sedikit 200 meter persegi. Sementara itu, konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, dan pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan atau baja.
Pajak yang satu ini jelas wajib dibayar oleh orang yang melakukan KMS, lewat setoran dari bank atau kantor pos. Setelah itu, pembayaran ini pun perlu dilaporkan.
Adapun objek pajak dari KMS adalah kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Itu sebabnya, jenis pajak dari kegiatan ini adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang tarifnya sudah ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku.